CARA ALLAH MEMBERI REZEKI

Andaikata, uang kita diambil satu bagian, lalu dikembalikan sebanyak tujuh belas kali lipat, maukah kita? Andaikata, yang mengambil tidak memberitahu lebih dahulu, kalau nantinya akan dibayar dengan berlipat ganda, maukah
kita?

Marilah kita ikuti pengalaman nyata seorang bapak muda yang cukup menarik untuk dikaji. Sebutlah Pak A. Seorang muda yang baru dikarunia seorang anak, kejadian ini terjadi di tahun 1980 .ia bekerja sambil menyelesaikan kuliahnya yang tinggal sebentar lagi selesai. Gaji yang
didapatkan dari pekerjaannya itu setiap bulannya dapat dikatakan sangat tidak cukup untuk biaya hidupnya beserta istri dan seorang anak kecilnya.

Suatu hari yang "naas" ia pulang dari kerjanya. Dengan penuh gembira ia
membawa pulang gaji pertamanya yang sebesar Rp. 40.000,- ( Empat puluh ribu
rupiah). Dengan perasaan bangga dan penuh dengan rasa gembira ingin
ditunjukkannya hasil kerjanya itu kepada istri tercintanya.

Ingin sekali ia cepat-cepat sampai di rumah dan dengan uang itu ia ingin
belanja bersama istri dan anaknya, maklum gaji pertama adalah gaji yang
mempunyai nilai "historis" tinggi.



Setelah sampai dirumah apa yang terjadi? Ternyata dompet yang berisi gaji
satu bulan tersebut sudah tidak ada di saku celananya alias kecopetan ketika
ia pulang dari tempat kerjanya.

Bisa dibayangkan betapa sedih, kecewa dan bingungnya ia ketika itu.
Andaikata bisa, mungkin ia akan menangis sejadi-jadinya. Bahkan mungkin ia
akan protes kepada tuhan yang telah "mengijinkan" peristiwa itu terjadi.
Karena ia telah bekerja dengan keringatnya tanpa kenal lelah dengan
penghasilan yang halal demi keluarga tercinta.

Waktu satu bulan sungguh terasa sangat lama untuk menunggu gaji tersebut.
Tapi apa mau dikata gaji pertamanya sudah harus ia relakan untuk tidak ia
miliki saat itu. Bagaimana jika peristiwa itu terjadi pada diri kita?
Sanggupkah kita menerimanya dengan ikhlas?

Apa yang ia lakukan selanjutnya? Ia duduk terdiam tanpa bisa berkata
apa-apa sambil memandang istri dan anaknya, mengapa hal ini harus terjadi
pada dirinya? Dalam kondisi seperti itu dengan hati terasa pedih ia mencoba
tegar dan berpikir praktis. Biarlah uangnya hilang, toh peristiwa sudah
terjadi, mau diapa lagi....?"

Akhirnya diambilnya keputusan untuk tetap berusaha kalau-kalau dompet
tersebut masih mungkin untuk ditemukan, walaupun secara logika sangat kecil
kemungkinannya untuk mendapatkan kembali uangnya tersebut. Ia berusaha
mengambil hikmah dari kejadian itu meskipun dengan perasaan yang tidak
karuan sedihnya.

Keputusan segera diambilnya, yaitu tetap berusaha untuk mencoba
mendapatkan kembali dompetnya karena di dalamnya ada beberapa surat
berharga, diantaranya stnk kendaraan bermotor, ktp, dan beberapa surat
penting lainnya.

Akhirnya untuk mendapatkan kembali surat-surat yang hilang tersebut ia
menulis surat pembaca pada sebuah surat kabar, yang intinya: biarlah uang
itu hilang, asal surat-suratnya dapat kembali, dan ia berharap jika ada
orang yang menemukan dompet itu, ia minta tolong agar di antarkan ke alamat
yang tertera dalam ktp tersebut.

Apa yang dilakukan hari-hari berlkutnya? Setiap hari ia membaca surat
kabar, kalau-kalau ada berita tentang dompetnya yang hilang. Ketemukah
dompet tersebut? ternyata tidak!

Lalu dimanakah keindahannya peristiwa itu? Keindahannya ialah terletak
pada keharusannya ia membaca surat kabar tersebut. Seolah-olah Allah
menyuruh dia untuk membaca surat kabar setiap hari, dengan cara
"mengijinkan" seseorang untuk mengambil dompetnya...

Lalu apa yang terjadi hari berikutnya? Dengan membaca surat kabar setiap
hari, tanpa terasa suatu saat ia menemukan suatu tulisan pada disiplin ilmu
yang dikuasainya yang menurut pendapatnya hal itu kurang tepat, akhirnya ia
mencoba menulis untuk mengulas dan menyanggahnya.

Waktu berjalan dengan cepat. Ia telah lupa pada dompetnya yang hilang, dan
saat itu ia asyik menulis sesuai dengan kemampuannya yang sesuai pula dengan
disiplin ilmunya.

Hal ini berlangsung beberapa bulan sejak terjadinya peristiwa naas
tersebut. Selanjutnya ia sering menulis dan menanggapi tulisan orang lain
sampai berulang-ulang sehingga ia menjadi seorang penulis. Meskipun masih
pemula, pada surat kabar tersebut. Lalu?

Karena kemampuannya menulis dinilai cukup baik, oleh pimpinan perusahaan
ia dipanggil dan ditawari untuk bekerja diperusahaan tersebut dengan gaji
pertama Rp 750.000,- Tujuh belas kali lipat lebih tinggi dibanding uangnya
yang telah hilang waktu itu.

Itulah rupanya jawaban Allah atas kejadian yang menimpa seseorang, bila
sabar menerimanya. Allah "meminjam" 1 bagian, dan kini dikembalikan menjadi
tujuh belas kali lipat lebih.

Waktu berjalan terus tanpa terasa, dan pada saat saya menulis ini, ia
telah mencapai sukses gemilang dengan penghasilan yang ribuan kali lipat
dibanding uang yang hilang dulu.

Apakah ini merupakan puncak keindahan dari peristiwa yang terjadi di hari
"naas" itu, atau bahkan Allah Yang Maha kuasa akan menunjukkan pada sesuatu
yang lebih indah lagi....wallahu'alam.

Yang pasti, ukuran sukses yang paling besar adalah hati yang damai, dan
bahagia yang tercapai. Saya yakin setiap orang pernah mengalami kejadian
yang senada dengan kejadian diatas. Hanya saja mungkin skala dan situasinya
yang berbeda.

Marilah kita renungkan perjalanan hidup kita masing-masing, pasti kita
pernah mengalami suatu kejadian, dimana kejadian tersebut kita sangka
sesuatu yang menyusahkan, merugikan, dan menyedihkan.

Tetapi hal itu akan berubah menjadi sesuatu yang indah, apabila seseorang
sabar menerimanya. Akhirnya muncullah hikmah yang sangat besar yang tiada
tersangka sebelumnya.

Sungguh, Allah Maha Perencana dari segala macam kejadian dan peristiwa.
Setiap peristiwa yang sudah terjadi, bagi seorang muslim merupakan ketetapan
Allah yang sangat indah. Karena disitulah letak ukuran dan ujian kualitas
taqwa seseorang...

KAGUM MELIHAT CICAK MENYAMBUT RIZEKI
Cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk, Hap..!
lalu ditangkap

Inilah sebait lagu yang sangat populer di kalangan anak-anak balita,
sebuah lagu yang sederhana tetapi lagu tersebut dapat menyatu dalam
kehidupan anak-anak kita.

Kenapa saya jadi teringat lagu tersebut? Sebab ketika hari sudah menjelang
malam, dan ketika saya mau memejamkan mata untuk beristirahat, tiba-tiba di
dinding kamar terlihat seekor cicak yang merayap dari tempat
persembunyiaannya menuju 'suatu' tempat tertentu. Dan ...hap! cicak tersebut
telah menangkap seekor nyamuk yang datang `menuju' dirinya.

Peristiwa ini tampaknya biasa saja, seperti peristiwa lainnya yang sering
kita saksikan dalam kehidupan ini. Tetapi kalau kita cermati lebih lanjut,
maka tampaklah sesuatu yang istimewa dalam lagu ini. Dan tentu kita menjadi
kagum kepada penciptanya.

Point penting yang terdapat dalam syair lagu tersebut adalah, bahwa nyamuk
sebagai makanan dari cicak, justru dia yang aktif menuju/mendekati mulut
cicak. Andaikata nyamuk tidak terbang menuju cicak, maka secara logika tidak
akan mungkin cicak bisa mendapatkan rezekinya. Sebab nyamuk memiliki sayap
dan ia bisa terbang dengan gesitnya, sementara cicak tidak bisa terbang, dan
hanya bisa merayap saja.

Cicak hanya akan bisa menangkap seekor nyamuk, sebagai rezeki yang dikirim
oleh Allah Swt, apabila ia mau berusaha dengan cara merayap, menggerakkan
dirinya ke arah yang tepat. Yaitu di sekitar manakah posisi 'rezeki' itu
berada.

PKS-Jatiuwung

No comments: